Selasa, 21 Februari 2017

persoalan maksiat

464907
Adalah bohong jika ada orang-orang biasa seperti kita berkata tidak pernah berbuat kesalahan, tidak pernah berbuat maksiat. Sejatinya hanya rasul-Nya lah yang mampu menghindari maksiat dan bersifat ma’shum, karena Allah telah menjaga mereka semua -‘alaihissalam | untuk Rasulullah, shallallahu ‘alaihi wasallam- dari perbuatan dosa dan maksiat.

Manusia memang tempatnya salah, manusia memang tempatnya kefakiran dalam segala hal, manusia tempatnya khilaf. Namun, pada saat itu pula manusia bisa bangkit, kapanpun ia mau. Pada saat itu pula, manusia dapat berubah sekehendaknya untuk bangkit menjadi lebih baik, atas izin Allah.

Ada banyak sekali tingkatan derajat, yang tidak bisa kita lihat dan rasakan secara langsung. Namun jika buah keimanan telah merasuk dalam diri, maka kita bisa melihatnya. Kita bisa menyadari, bahwasanya ketika kita merasa sudah baik misalnya, padahal sejatinya itu mungkin saja hanyalah pintu pertama yang kita masuki, atau tingkatan pertama yang kita datangi. Sedangkan di atas kita, banyak sekali manusia-manusia lainnya yang derajatnya tentu lebih tinggi dari kita.

Kali ini tidak akan kita bahas tentang derajat rasul-Nya, karena sudah pasti tingkatan derajat mereka -‘alaihissalam | untuk Rasulullah, shallallahu ‘alaihi wasallam- adalah sangat jauh, jauh, dan jauh baik dari seluruh manusia. Kita tidak bisa menandingi mereka.

Manusia memang lemah, amal biasanya melenceng dari niat. ketika berniat berhijrah, di tengah-tengah perjalanan dapat tumbang seketika dengan nafsu, syahwat, dan bujuk rayu setan. Sesungguhnya hijrah memang berat. Semakin jauh kita melangkah dalam berhijrah, maka gaya gravitasi maksiat akan semakin kuat menarik seseorang yang sedang dalam perjalanan hijrahnya tersebut. Tantangan akan semakin besar, ujian semakin berat, setan dan bala tentaranya semakin besar untuk berusaha menumbangkan si fulan/fulanah yang berhijrah.

Hanya ada dua konsekuensi KETIKA GRAVITASI MAKSIAT SEMAKIN KUAT, yakni apakah kita mengikuti gaya tersebut hingga tertarik dan terjatuh ke jurang maksiat dan kenistaan, kemudian kembali lagi ke titik 0 jauh dari posisi akhir orang tersebut berhijrah, atau apakah kita akan berikhtiar dan bertawakal, memohon bantuan kepada Rabb semesta alam untuk membantu kita melangkah ke pijakan hijrah selanjutnya.

Ingatlah kawan, hijrah tidak akan pernah selesai. Berubah menjadi lebih baik itu tidak ada pemberhentiannya. Sungguh, mungkin kita merasa sudah berhijrah jauh, tapi tahukah, bahwasanya ada saudara muslim/muslimah lainnya ada yang berhijrah dengan memacu kudanya. Kuda di sini adalah makna konotasi.

Mari kita berhijrah bersama, FASTABIQUL KHAIRAT!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar